Aku
duduk didepan ruang tunngu sambil menunggu namaku dipanggil, setelah hampir 5
menit aku menunggu akhirnya suster pun memanggilnamaku, kemudian aku masuk ke
dalam menemui dokter, “ selamat pagi dinda” sapaan hangat dari dokter, “pagi juga
dok” jawabku, perlahan dokter membuka lembar hasil ronsenku kemarin dan
menjelaskannya padaku “dinda, kamu jangan sedih ya, menurut hasil pemiraksaan
melalui ronsen ini, di payudara kamu terdapat tumor sebesar 5cm” jelas dokter,
“tumor dok ? lalu gimana, apa yang harus aku lakukan, dok? Ucapku dengan rasa
shock dan bingung, “begini dinda, tumor yang bersarang di payudara kamu sudah
cukup besar jadi ini harus dioperasi, jika tidak dioperasi saya khawatir ini
akan tambah membesar, bagaimana kamu mau langsung ditindak lanjuti untuk
operasi ?” ujar dokter , “untuk operasi nanti saya mau mempertimbangkannya
dulu, kalau begitu terimakasih ya dok” jawabku dan kemudian aku langsung
bangkit dari tempat duduk dan keluar dari ruang dokter, setelah itu aku
langsung memutuskan untuk kembali pulang kerumah, sepanjang perjalanan aku
memikirkan penyakitku dan operasi itu, aku bingung disisi lain aku ingin segera
dioperasi agar tumor nini segera hilang tapi disisi lain aku tidak ada biaya
untuk operasi, karena tidak mungkin kalau aku ceritakan ini ke ayahku dan
memintanya untuk membantu biaya operasiku, sedangkan ayahku harus membiayai
kebutuhan keluarga dan sekolah adik-adikku, aku juga tidak ingin membebani
pikiran ayahku atas sakit yang ku derita ini. jujur aku teramat bingung, aku
nggak tahu apa yang harus aku lakukan, entah aku harus mengadu pada siapa dan
entah apa yang harus aku perbuat untuk menghilangkan tumor ini.
Sesampainnya
dirumah, hati dan fikiranku masih belum bisa tenang karena akupun belum tahu
solusi atas masalahku ini, tetapi aku tidak boleh terlihat sedih didepan
keluargaku aku tidak ingin mereka ikut meresakan beban serta kesedihan yang
sedang ku rasakan. Aku langsung masuk kamar, mungkin dengan sedikit menyendiri
dan maluapkan segala perasaan melalui tetesan air mata bisa sedikit melegakan
perasaanku, tiba-tba pintu kamarku ada yang mengetuk dan terdengar suara “ teh,
rena boleh masuk nteu?” akupun langsung menghapus air mataku dan menjawabnya
“boleh atuh dek, sok atuh masuk”, “teteh kunaon atuh didalam kamar wae, geus
makan ncan ? ucap adikku, “tenanaon, teteh mah kecapean jadi pengen istirahat
dikamar dulu, teteh geus makan tadi pas diluar bareng temen teteh” jawabku
kepada rena, “oh geus, yaudah atuh tetah istirahat aja,maafkeun udah
ngaganggu” ujar rena sambil beranjak
meninggalkan kamarku, “iya tenananon, slow wae lah dek hehe” candaku ke rena.
Syukurlah rena tidak menyadari kalau aku habis nangis, tak terasa waktu
menujukkan pukul 18.00 dan adzan maghrib pun telah berkumandang, akupun segera
bergegas ke kamar mandi untuk mengambil wudhu, setelah itu aku mengambil
sajadah dan memakai mukena segera menunaikan sholat maghrib, selesai sholat
melalui doa aku curahkan kepada sang pencipta atas segala beban yang ku
rasakan, aku sadar saat aku bingung ingin mengadukan permasalahanku pada siapa,
ada Allah yang menantiku untuk merintih kepadanya, jujur saat ini aku hopeless
dan ingin menyusul ibuku ke surge, entah apa yang ada di fikiranku dalam doa ku
berucap “Ya Allah… jika aku tidak bisa operasi tumorku ini, lebih baik kau
cabut saja nyawaku daripada aku menyusahkan ayah serta adik-adiku, aku gak
sanggup menahan beban ini sendiri dan aku gak sanggup jika harus melihat
keluargaku merasakan kesedihanku ini”. selesai sholat aku keluar dari kamar dan
bercengkrama dengan ayah serta adik-adiku, betapa bahagianya aku saat senyum
terukir indah diwjah mereka, aku tidak bisa membanyangkan jika sakitku ini akan
membuat senyum itu menjadi air mata penuh kesedihan.
Bulan
demi bulan berlalu, tetapi fikiran akan tumor ini tidak akan pernah bernjak
dari fikiranku, aku memutuskan untuk resign dari pekerjaanku, sebelum
penyakitku ini tambah parah dan aku dikeluarkan dari pekerjaanku lebih baik aku
yang mengundurkan diri, setelah resign dari pekerjaan aku , saat itu aku berfikir
kalau aku harus bangkit dantidak boleh terus-terusan terpuruk dalam kesedihan,
kalau pun unurku sudah tidak lama lagi, aku ingin disisa umurku ini menjadi
ajang tebar manfaat ke sesama dan akhirnya aku memutuskan untuk mulai
berbisnis, kemahiranku dalam membuat cake aku manfaatkan untuk membuka bisnis
aneka cake dan Alhamdulillah bisnisku berjalan dengan lancar, selain itu aku
juga menjadi resseler produk totebag, sedikit demi sedikit keuntungan dari
hasil usaha aku tabung dan Alhamdulillah atas izin Allah tabunganku cukup untuk
operasi, saat itu juga aku kembali kerumah sakit untuk check-up dan konsultasi
dengan dokter untuk melakukan operasi. Waktu operasi itu tiba dan aku baru
berani menceritakannya kepada keluargaku, tersirat kesedihan diwajah mereka tapi
aku berusaha untuk menguatkan dan meminta doa dari mereka agar operasinya
lancar. Aku mulai memasuki ruang operasi, saat itu aku dibius dan pas aku
siuman aku sudah berada diruang perawatan, dan ayahku langsung berucap
“Alhamdulillah kamu sudah siuman”, lalu aku bertanya kepada ayah “ ayah,
bagaimana operasinya ? tumornya sudah diangkat kan ?, “Alhamdulillah sudah nak
dan sekarang di payudaramu sudah tidak ada tumor lagi” jawab ayah, seraya
mengembangkan senyum diwajahnya. Kurang lebih 3 hari aku dirawat intensif
dirumah sakit, betapa bahagianya aku sakit yang selama ini membebani fikiranku
sudah hilang, ayah dan adik-adikku pun turut berbahagia atas kesembuhanku dan
sekarang aku bisa menjalani kehidupanku dengan bahagia tanpa ada beban yang
menggelayuti.
Kehidupan
itu up and down oleh karena itu melalui kehidupanlah aku belajar segala hal,
saat putus asa menggelayuti adukan semua kepada sang pemilik hidup, beban dan
masalah yang sedamg ku hadapi seakan sirna saat mendapat rangkualan dan
kekuatan dari-Nya, aku memang pernah hampir menyerah tetapi Allah yang selalu
menemaniku dan memberikan kekuatan serta kemudahan agar aku dapat melewati
ujian-Nya, ujianini adalah tanda cinta
dari Allah untukku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar